Senin, 25 November 2013

Good Corporate Governance ( GCG )

PENGERTIAN GCG

Kata governance berasal dari bahasa Perancis gubernance yang berarti pengendalian. Selanjutnya kata tersebut dipergunakan dalam konteks kegiatan perusahaan atau jenis organisasi yang lain, menjadicoporate governance. Dalam bahasa Indonesia corporate governance diterjemahkan sebagai tata kelola atau tata pemerintahan perusahaan (Sutojo dan Aldridge, 2008).

Istilah Good Corporate Governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee di tahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporan mereka yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report. Laporan ini dipandang sebagai titik balik (turning point) yang sangat menentukan bagi praktik Good Corporate Governance di seluruh dunia.

Komite Cadbury, Tjager dan Deny (2005) mendefinisikan Good Corporate Governance, sebagai sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders. Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham dan sebagainya.

Menurut FCGI (2001) pengertian Good Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan esktern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.

Menurut Rahmawati (2006) dalam Putri (2006) Good Corporate Governance didefinisikan sebagai seperangkat aturan dan prinsip-prinsip antara lain fairness, transparency, accountability dan responsibility, yang mengatur hubungan antara pemegang saham, manajemen, perusahaan (direksi dan komisaris), kreditur, karyawan serta stakeholders lainnya yang berkaitan dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak.

           Berdasarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-117/M-MBU/2002, Good Corporate Governance adalah suatu proses dari struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan etika.

Pengertian lainnya dikemukakan oleh Coopers et al., (2006) yang menyatakan bahwa Good Corporate Governance terkait dengan pengambilan keputusan yang efektif. Dibangun melalui kultur organisasi, nilai-nilai, sistem, berbagai proses, kebijakan-kebijakan dan struktur organisasi, yang bertujuan untuk mencapai bisnis yang menguntungkan, efisien, dan efektif dalam mengelola resiko dan bertanggung jawab dengan meperhatikan kepentingan stakeholder.

PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG)
Terdapat lima prinsip GCG yang dapat dijadikan pedoman bagi para pelaku bisnis, yaituTransparency, Accountability, Responsibility, Indepandency dan Fairness yang biasanya diakronimkan menjadi TARIF.  Penjabarannya sebagai berikut   :
Transparency (keterbukaan informasi)
Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi.  Dalam mewujudkan prinsip ini, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu kepada segenap stakeholders-nya.
Accountability (akuntabilitas)
Yang dimaksud dengan akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, system dan pertanggungjawaban elemen perusahaan.  Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban dan wewenang serta tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi.
Responsibility (pertanggung jawaban)
Bentuk pertanggung jawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, diantaranya; masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya.  Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran untuk bertanggung jawab kepada shareholder juga kepada stakeholders-lainnya.
Indepandency (kemandirian)
Intinya, prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa ada benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.
Fairness(kesetaraan dan kewajaran)
Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholdersesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.  Diharapkan fairness dapat menjadi faktor pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.

Penerapan GCG Bank Mandiri Peroleh Pengakuan Internasional
Bank Mandiri kembali memperoleh pengakuan internasional atas konsistensi penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG). Dalam Corporate Governance Asia (CGA) Annual Recognition Award 2012, Bank Mandiri meraih The Best of Asia CGA. Penghargaan ke-4 kalinya berturut-turut sejak 2009 itu diserahkan Publisher CGA Aldrin Monsod kepada Direktur Compliance and Human Capital Bank Mandiri Ogi Prastomiyono di Hong Kong, Rabu (20/6). “Penghargaan ini merupakan bentuk keberhasilan seluruh jajaran Bank Mandiri dalam menerapkan GCG.”
Tahun ini, CGA juga memberikan penghargaan Asian Corporate Director Recognition Award kepada Direktur Utama Bank Mandiri Zulkifli Zaini atas konsistensi dan dedikasinya menerapkan GCG di perusahaan sebagai etos kerja. Adapun penetapan Bank Mandiri sebagai salah satu perusahaan dengan implementasi GCG terbaik di Asia dilakukan setelah CGA menyurvei lebih dari 11 ribu korporasi yang bergerak di industri keuangan di 15 negara Asia.

Media In
Penerapan perbankan mandiri syariah
Good Corporate Governance (GCG) merupakan unsur penting di industri perbankan mengingat risiko dan tantangan yang dihadapi oleh industri perbankan yang semakin meningkat. Penerapan GCG secara konsisten akan memperkuat posisi daya saing perusahaan, memaksimalkan nilai perusahaan, mengelola sumberdaya dan risiko secara lebih efisien dan efektif, yang pada akhirnya akan memperkokoh kepercayaan pemegang saham dan stakeholders, sehingga BSM dapat beroperasi dan tumbuh secara berkelanjutan dalam jangka panjang. BSM berkomitmen penuh melaksanakan GCG di seluruh tingkatan dan jenjang organisasi dengan berpedoman pada berbagai ketentuan dan persyaratan terkait dengan pelaksanaan GCG. Hal itu diwujudkan dalam: Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi
Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja yang menjalankan fungsi pengendalian internal bank
Penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal dan auditor eksternal
Penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian internal
Penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana berskala besar
Rencana strategis bank
Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan bank
Untuk mengoptimalkan penerapan GCG, BSM melakukan penguatan infrastruktur, restrukturisasi internal yang mengarah kepada praktik terbaik, penyesuaian dan pembaharuan sistem dan prosedur yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan GCG yang efektif. Penerapan GCG di BSM membaik pada tahun 2009 dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pengukuran tingkat kepatuhan BSM dalam menerapkan GCG menggunakan checklist (self assessment) dimana hasil penilaiannya dalam bentuk index. Untuk keperluan internal, penilaian dilakukan secara semesteran dan untuk keperluan laporan kepada Bank Indonesia, penilaian dilakukan secara tahunan. Seiring dengan keluarnya Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, BSM sudah mempersiapkan diri untuk mengikuti ketentuan yang berlaku dalam PBI tersebut.

Penerapan Studi Implementasi Good Corporate Governance di Sektor Swasta, BUMN

Perilaku dan kinerja dunia usaha atau korporasi akan berdampak langsung bagi membaiknya fundamental dan kondisi makro perekonomian Indonesia. Kelemahan mendasar pada perekonomian di Indonesia terutama diakibatkan oleh beberapa hal, yaitu: kinerja keuangan yang buruk, daya saing yang rendah, ketiadaan profesionalisme, tidak responsif terhadap perubahan dalam lingkungan bisnis, pengelolaan ekonomi dan sektor usaha yang kurang efisien serta sistem perbankan yang rapuh.

Di dalam berbagai analisis dikemukakan, ada keterkaitan antara krisis ekonomi, krisis finansial dan krisis yang berkepanjangan di berbagai negara dengan lemahya corporate governance. Corporate governance adalah seperangkat tata hubungan diantara manajemen, direksi, dewan komisaris, pemegang saham dan para pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya yang mengatur dan mengarahkan kegiatan perusahaan (OECD, 2004).

Dalam kerangka mewujudkan upaya-upaya sektor swasta dan BUMN/BUMD dalam penerapan GCG, perlu memanfaatkan aparat penegak hukum yang ada, termasuk dalam hal ini KPK, untuk mensosialisasikan peraturan dan perundang-undangan yang berhubungan dengan tindak pidana korupsi. Penerapan GCG pada sektor swasta dan BUMN/BUMD merupakan salah satu upaya pencegahan korupsi. Sementara itu, tujuan dari studi ini adalah
Untuk memperoleh gambaran awal (baseline) yang komprehensif tentang pelaksanaan prinsip-prinsip GCG di sektor swasta dan BUMN/BUMD di Indonesia yang dari waktu ke waktu bisa digunakann sebagai data pembanding dengan kondisi di masa depan
Pemetaan sejauh mana tingkat kepatuhan (compliance) entitas usaha dalam menerapkan prinsip-prinsip GCG, Pemetaan sejauh mana kelengkapan / kesesuaian (conformance) praktek GCG di entitas usaha dengan prinsip-prinsip GCG yang benar, Pemetaan terhadap tahapan dan lama waktu yang telah dilalui entitas usaha dalam menerapkan GCG. Pemetaan terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh entitas usaha dalam menerapkan GCG. Selengkapnya, Riset KPK dengan judul "Studi Implementasi Good Corporate Governance di Sektor Swasta, BUMN dan BUMD", bisa didownload pada link di bawah ini:

Contoh penerapan BUMN, PT PLN ( PERSERO )
Sebagai salah satu BUMN, PT PLN (Persero) memiliki kewajiban untuk menerapkan GCG sebagaimana diamanatkan didalam Peraturan Mentri Negara BUMN Nomor Per-01/MBU/2011 tentang penerapan GCG pada BUMN. Perusahaan menyadari bahwa penerapan GCG saat ini tidak hanya sebagai pemenuhan kewajiban saja, namun telah menjadi kebutuhan dalam menjalankan kegiatan bisnis Perusahaan dalam rangka menjaga pertumbuhan usaha secara berkelanjutan, meningkatkan nilai perusahaan dan sebagai upaya agar Perusahaan mampu bertahan dalam persaingan.
Kemampuan yang tinggi dalam menerapkan prinsip-prinsip GCG telah diwujudkan oleh Perusahaan diantaranya dengan dibentuknya fungsi pengelolaan GCG dibawah Sekretaris Perusahaan yang secara khusus menangani dan memantau efektivitas penerapan GCG di Perusahaan. Perusahaan secara berkesinambungan melakukan langkah-langkah perbaikan baik dari sisi soft structure maupun dari sisi infrastructure GCG dalam rangka meningkatkan kualitas penerapan GCG. Perusahaan Telah menerbitkan dokumen-dokumen pendukung dalam penerapan GCG seperti Pedoman GCG, Board Manual, dan Pedoman Perilaku (Code of Conduct). Dewan komisaris juga telah memiliki organ pendukung yaitu Komite-komite Dewan Komisaris yang berperan dalam membantu meningkatkan efektivitas pelaksaaan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Komisaris.
Berikut infrastruktur Good Corporate Governance:
SUMBER: - Buku Good Corporate Governance karangan siswanto (2008)
-          www.kompasgramedia.com
-          www.elexmedia.co.id


Nama : zahrah yusnia nurul
npm    : 19210444
kelas   : 4EA16



Senin, 11 November 2013

PENERAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PT UNILEVER INDONESIA DALAM MENGATASI PENCEMARAN LINGKUNGAN



PRAKTEK CSR DALAM SUATU PERUSAHAAN

Dewasa ini kesadaran akan lingkungan sudah meningkat. Masalah pencemaran sudah banyak menarik minat, mulai lapisan bawah sampai lapisan atas. Setiap pemerintah daerah mewajibkan pembuatan instalasi pengolahan limbah kepada pimpinan industri di daerahnya. bahkan sudah ada yang diajukan kepengadilan karena pelanggaran limbah ini.
Perusahaan-perusahaan barupun banyak yang tumbuh dan berkembang di sekitar masyarakat. Dan tidak sedikit pula yang merugikan masyarakat sekitar karena limbah yang dihasilkan tidak diolah atau dibuang sebagaimana mestinya.
Pembangunan yang dilakukan besar-besaran di Indonesia dapat meningkatkan kemakmuran namun disisi lain hal ini juga dapat membawa dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Dampak yang diakibatkan dari pencemaran lingkungan yang disinyalir dari buangan proses sebuah industri mengakibatkan rusaknya ekosistem (pencemaran terhadap ikan dan air) serta mengakibatkan sejumlah penyakit dimasyarakat sekitar. Dalam penyusunan karya tulis ini, kami menggunakan teori-teori yang sudah ada untuk mendukung kebenaran data karya tulis kami. CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus berdasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.

A. Pengertian CSR
      Pengertian CSR sangat beragam. Intinya, CSR adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, tetapi untuk pembangunan sosial-ekonomi kawasan secara holistik, melembaga, dan berkelanjutan. Beberapa nama lain yang memiliki kemiripan dan bahkan sering diidentikkan dengan CSR adalah corporate giving, corporate philanthropy, corporate community relations, dan community development.
Ditinjau dari motivasinya, keempat nama itu bisa dimaknai sebagai dimensi atau pendekatan CSR. Jika corporate giving bermotif amal atau charity, corporate philanthropy bermotif kemanusiaan dan corporate community relations bernapaskan tebar pesona, community development lebih bernuansa pemberdayaan.
1.           Dampak Positif CSR terhadap Masyarakat
Dampak Positif CSR terhadap Masyarakat Sekitar, antara lain:
-          Lingkungan sosial menjadi lebih baik
-          Tingkat pengangguran berkurang di tengah maraknya PHK besar-besaran.

2.          Upaya Penerapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan PT. Unilever untuk  Berkembang Bersama Masyarakat
PT. Unilever berupaya untuk memberikan kontribusi dalam pencapaian kualitas hidup yang lebih baik bagi masyarakat.  Yang terbukti, dari misinya, yaitu:
-          menggali dan memberdayakan potensi  masyarakat,
-          memberikan nilai tambah bagi masyarakat,
-          memadukan kekuatan para mitra dan
-          menjadi katalisator bagi pembentukan kemitraan. 
Dalam meningkatkan reputasi perusahaan, kami menekankan pentingnya berkesinambungan dalam pelestarian lingkungan, kehidupan sosial, maupun pertumbuhan usaha.
Perhatian utama PT. Unilever adalah memenangkan hati pelanggan (internal dan eksternal) dan upaya membahagiakan konsumen dan masyarakat secara terus-menerus, dengan memahami dan mengantisipasi kebutuhan mereka, serta menanggapinya secara mandiri, dengan cara:
•     Secara proaktif mendengarkan kebutuhan konsumen dan masyarakat menghasilkan tindakan yang berfokus pada peningkatan nilai
•     Menanggapi dengan serius setiap persoalan pelanggan, pembeli dan masyarakat
•     Merencanakan secara efektif – memberikan waktu  persiapan yang cukup untuk bekerja dengan baik
•     Memenuhi apa yang dijanjikan – tepat waktu
•     Peduli terhadap kondisi sosial masyarakat di sekitar
Perilaku ini diterapkan dalam kegiatan perusahaan sehari-hari.Tahun 2003, PT. Unilever memperkenalkan Program 3C (Consumer, Customer and Community) Connection kepada karyawannya. Mereka didorong untuk secara proaktif mendengarkan keinginan pelanggan, konsumen dan masyarakat, guna mengumpulkan masukan bagi peningkatan kontribusi perusahaan.
Pertemuan bulanan dengan tokoh masyarakat dilakukan secara rutin, sebagai pendekatan yang bottom-up. Berfokus pada kekuatan Unilever, perusahaan yakin dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi masyarakat sekitar khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya.

3.            Bentuk Tanggung Jawab Sosial  PT Unilever terhadap Pencemaran Limbah yang Ditimbulkan
Tanggung jawab social perusahaan mengenai pencemaran limbah yang ditimbulkan perusahaan, dapat diwujudkan melalui beberapa program, antara lain:
·      Program Pengembangan Usaha Kecil Menengah;
·      Program Pelestarian Sumber Air;
·      Program Daur Ulang dan
·      Program Pendidikan Kesehatan Masyarakat.
Dalam mengembangkan programnya, Perusahaan berpegang, pada 4 strategi utama yaitu:
·      Mengembangkan program yang terkait usaha kami;
·      Merumuskan model kegiatan atau program percontohan yang dapat diterapkan di daerah lain
 ·      Bekerja sama dengan unsur-unsur masyarakat seperti LSM, lembaga pemerintah, pranata pendidikan pelaku bisnis lain dan

Pendapat :
menurut saya praktek CSR dalam peusahaan sangat positif. tetapi perusahaan juga harus meninjau ulang sebelum sebelum menerapkan CSR agar lebih terfokus pada tujuan perusahaan.



Membangun CSR Berbasis Masyarakat



Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan program yang dilakukan oleh sebuah perusahaan sebagai wujud tanggungjawab dan kepedulian sosial. Namun demikian, perlu disadari bahwa CSR bukan semata program sosial yang menjadikan perusahaan sebagai sebuah “lembaga amal” ataupun “bagian dari departemen sosial milik pemerintah”. Mau tidak mau haruslah diakui bahwa CSR memiliki dua sisi mata uang. Di satu sisi sebagai program kepedulian sosial, sementara di sisi lain merupakan bagian dari perusahaan yang bertujuan mencari keuntungan. Tantangan yang harus dijawab terkait hal tersebut adalah bagaimana membangun konsep CSR yang benar-benar efektif dalam menjalankan fungsi sosial, namun tidak melupakan tujuan perusahaan untuk mencari keuntungan. Selain itu, bagaimana membangun konsep CSR yang memiliki dampak positif terhadap peningkatan keuntungan perusahaan, namun bukan berarti semata mencari keuntungan melalui “kemasan” tanggungjawab dan kepedulian sosial. Perlu diketahui, tidak semua perusahaan memiliki program CSR. Bahkan tidak semua perusahaan memiliki divisi Public Relation (PR) atau divisi lain yang biasanya diberikan tugas khusus untuk mengurusi permasalahan CSR. Kalaupun ada perusahaan yang mengagendakan CSR, itu hanya dirangkap oleh divisi lain yang memiliki kedekatan fungsi dalam mencapai tujuan perusahaan untuk mendongkrak penjualan dan meningkatkan keuntungan perusahaan, misalnya divisi pemasaran (marketing). Alasan bagi perusahaan yang mengambil langkah ini, selain untuk efektifitas anggaran, perusahaan yang seperti ini biasanya memiliki orientasi yang terfokus kepada penjualan dan memperoleh keuntungan semata. Selain itu, ada juga diantara perusahaan tersebut yang hanya membuat program CSR sebagai langkah taktis untuk mendongkrak penjualan dan meningkatkan keuntungan perusahaan.
Bagi perusahaan seperti ini, PR atau CSR dianggap sebagai divisi dan program yang sekadar “menghabiskan uang perusahaan” saja. Selain lemah secara tanggungjawab dan kepedulian sosial, mereka belum menyadari arti penting program jangka panjang untuk keberlangsungan dan peningkatan keuntungan perusahaan di masa yang akan datang. Dengan kata lain, mereka belum menyadari CSR sebagai sebuah program investasi jangka panjang perusahaan. Sementara itu terkait strategi sebuah perusahaan yang melakukan program CSR semata untuk mendongkrak penjualan dan meningkatkan keuntungan, langkah seperti ini memang ada benarnya juga. Tidak sedikit program-program CSR yang dilakukan perusahaan memiliki dampak secara langsung karena memang sengaja diarahkan untuk mendongkrak penjualan dan peningkatan keuntungan perusahaan. Program CSR  “dadakan” ini biasanya dilakukan dengan disertai publikasi yang diarahkan kepada menarik simpati publik sehingga terdorong untuk membeli produk. Selain itu, ada juga perusahaan yang menerapkan strategi keikutsertaan publik dalam program CSR dengan membeli produk tertentu. Namun demikian, langkah “instan” mengagendakan program CSR untuk meraup keuntungan seperti ini tidak akan memberikan dampak positif yang bertahan lama. Selain anggaran yang akan terus membengkak, pogram CSR yang memang tidak direncanakan untuk jangka panjang akan menjadikan menurunnya kualitas kinerja divisi yang dibebani pekerjaan yang bukan merupakan tugas utamanya. Persoalan lain yang akan muncul ketika perusahaan yang menjadi kompetitor menggunakan strategi tandingan yang hampir sama, sama, bahkan dengan teknik yang lebih mutakhir. Penghancuran karakater perusahaan di mata masyarakat dan para konsumen tentunya akan sangat berpengaruh kepada penjualan dan penghasilan perusahaan.

Hal yang juga perlu diingat yaitu kondisi masyarakat dan konsumen saat ini yang sudah cerdas. Mereka dapat membedakan mana perusahaan yang benar-benar melakukan program CSR dan mana perusahaan yang melakukan program CSR hanya untuk mendongkrak penjualan dan meningkatkan keuntungan perusahaan semata.

Tingkat kecerdasan masyarakat dan konsumen ini akan menentukan pilihan mereka untuk membeli sebuah produk yang dipasarkan oleh perusahaan. Selain itu, bagian ini juga yang biasanya dijadikan landasan strategi bagi pihak perusahaan kompetitor untuk menjatuhkan perusahaan saingannya.

Untuk membangun program CSR yang benar-benar berguna bagi masyarakat dan memiliki dampak positif terhadap penjualan dan peningkatan keuntungan perusahaan, dibutuhkan pemberian program yang memiliki manfaat jangka panjang yang sekaligus dikelola dengan melibatkan masyarakat dan stake holder terkait lain secara berkesinambungan.

Program CSR bermanfaat jangka panjang yang dimaksud yaitu program-program yang memiliki dampak positif untuk kemajuan masyarakat dan relasi antara masyarakat dengan perusahaan dalam jangka waktu yang panjang, bahkan kalau memungkinkan dapat menciptaan sebuah hubungan psikologis seumur hidup.

Program ini dikelola dengan mengikutsertakan masyarakat dan mengedepankan kemandirian masyarakat untuk mengurusi keberlanjutan program tersebut. Peran yang diambil perusahaan, dalam hal ini divisi yang membidangi program CSR, sebaiknya berlaku sebagai “pendamping” masyarakat, yang menjembatani komunikasi antara perusahaan dengan masyarakat dan sebaliknya.

Namun demikian, yang perlu diperhatikan dalam proses pengelolaan program CSR yang berbasis masyarakat ini adalah jangan sampai mencampuradukkan antara program CSR dengan program lain dari perusahaan untuk mendongkrak penjualan dan meningkatkan keuntungan. “Internalisasi” produk perusahaan terhadap masyarakat atau komunitas yang menjadi target program CSR sebaiknya dibiarkan berlangsung secara alami.

Dengan kata lain, akan lebih bijak dan akan sangat menguntungkan bagi perusahaan ketika masyarakat atau komunitas yag menjadi target program CSR nantinya akan menjadi PR bagi produk-produk maupun kebijakan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Dengan demikian, perusahaan akan sangat diuntungkan dengan memiliki “tenaga” dan “sumber daya” yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat yang nota bene merupakan bagian dari target pemasaran  produk-produk perusahaan.





Minggu, 06 Oktober 2013

ETIKA BISNIS

1. Pengertian Etika bisnis 

merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
Tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :
  • Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
  • Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
  • Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan 
Pengertian Bisnis 
Dalam ilmu ekonomibisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti "sibuk" dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan. Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.
Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata "bisnis" sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya — penggunaan singular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Penggunaan yang lebih luas dapat merujuk pada sektor pasar tertentu, misalnya "bisnis pertelevisian." Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh aktivitas yang dilakukan oleh komunitas penyedia barang dan jasa. Meskipun demikian, definisi "bisnis" yang tepat masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini.
PENGERTIAN ETIKA BISNIS
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
INDIKATOR ETIKA BISNIS
Kehidupan bisnis modern menurut banyak pengamat cenderung mementingkan keberhasilan material. Menempatkan material pada urutan prioritas utama, dapat mendorong para pelaku bisnis dan masyarakat umum melirik dan menggunakan paradigma dangkal tentang makna dunia bisnis itu sendiri. Sesungguhnya dunia binis tidak sesadis yang dibayangkan orang dan material bukanlah harga mati yang harus diupayakan dengan cara apa yang dan bagaimanapun. Dengan paradigma sempit dapat berkonotasi bahwa bisnis hanya dipandang sebagai sarana meraih pendapatan dan keuntungan uang semata, dengan mengabaikan kepentingan lainnya. Organisasi bisnis dan perusahaan dipandang hanya sekedar mesin dan sarana untuk memaksimalkan keuntungannya dan dengan demikian bisnis semata-mata berperan sebagai jalan untuk menumpuk kekayaan dan bisnis telah menjadi jati diri lebih dari mesin pengganda modal atau kapitalis.
Dari sudut pandang etika, keuntungan bukanlah hal yang baru, bahkan secara moral keuntungan merupakan hal yang baik dan diterima. Alasannya adalah sebagai berikut:
1. Secara moral keuntungan memungkinkan organisasi/perusahaan untuk bertahan dalam kegiatan bisnisnya.
2. Tanpa memperoleh keuntungan tidak ada pemilik modal yang bersedia menanamkan modalnya, dan karena itu berarti tidak akan terjadi aktivitas yang produktif dalam memacu pertumbuhan ekonomi.
3. Keuntungan tidak hanya memungkinkan perusahaan bertahan melainkan dapat menghidupi karyawannya ke arah tingkat hidup yang lebih baik. Keuntungan dapat dipergunakan sebagai pengembangan perusahaan sehingga hal ini akan membuka lapangan kerja baru.
Implementasi etika dalam penyelenggaraan bisnis mengikat setiap personal menurut bidang tugas yang diembannya. Dengak kata lain mengikat manajer, pimpinan unit kerja dan kelembagaan perusahaan. Semua anggota organisasi/perusahaan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi harus menjabarkan dan melaksanakan etika bisnis secara konsekuen dan penuh tanggung jawab. Dalam pandangan sempit perusahaan dianggap sudah dianggap melaksanakan etika bisnis bilamana perusahaan yang bersangkutan telah melaksanakan tanggung jawab sosialnya. Dari berbagai pandangan etika bisnis, beberapa indikator yang dapat dipakai untuk menyatakan bahwa seseorang atau perusahaan telah mengimplementasikan etika bisnis antara lain adalah:
1.      Indikator Etika Bisnis menurut ekonomi adalah apabila perusahaan atau pebisnis telah melakukan pengelolaan sumber daya bisnis dan sumber daya alam secara efisien tanpa merugikan masyarakat lain.
2.   Indikator Etika Bisnis menurut peraturan khusus yang berlaku. Berdasarkan indikator ini seseorang pelaku bisnis dikatakan beretika dalam bisnisnya apabila masing-masing pelaku bisnis mematuhi aturan-aturan khusus yang telah disepakati sebelumnya.
3.  Indikator Etika Bisnis menurut hukum. Berdasarkan indikator hukum seseorang atau suatu perusahaan dikatakan telah melaksanakan etika bisnis apabila seseorang pelaku bisnis atau suatu perusahaan telah mematuhi segala norma hukum yang berlaku dalam menjalankan kegiatan bisnisnya.
4.  Indikator Etika Bisnis berdasarkan ajaran agama. Pelaku bisnis dianggap beretika bilamana dalam pelaksanaan bisnisnya senantiasa merujuk kepada nilai-nilai ajaran agama yang dianutnya.
5.  Indikator Etika Bisnis berdasarkan nilai budaya. Setiap pelaku bisnis baik secara individu maupun kelembagaan telah menyelenggarakan bisnisnya dengan mengakomodasi nilai-nilai budaya dan adat istiadat yang ada disekitar operasi suatu perusahaan, daerah dan suatu bangsa.
6.    Indikator Etika Bisnis menurut masing-masing individu adalah apabila masing-masing pelaku bisnis bertindak jujur dan tidak mengorbankan integritas pribadinya.
         PRINSIP - PRINSIP ETIKA BISNIS
Etika bisnis memiliki prinsip-prinsip yang harus ditempuh perusahaan oleh perusahaan untuk mencapai 
tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar memiliki standar baku yang mencegah timbulnya 
ketimpangan dalam memandang etika moral sebagai standar kerja atau operasi perusahaan. Muslich 
(1998: 31-33) mengemukakan prinsip-prinsip etika bisnis sebagai berikut:
Prinsip otonomi
Prinsip otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak 
berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Atau mengandung arti 
bahwa perusahaan secara bebas memiliki wewenang sesuai dengan bidang yang dilakukan dan 
pelaksanaannya dengan visi dan misi yang dimilikinya. Kebijakan yang diambil perusahaan harus 
diarahkan untuk pengembangan visi dan misi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran dan 
kesejahteraan karyawan dan komunitasnya.

Prinsip kejujuran
Kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung keberhasilan perusahaan. Kejujuran 
harus diarahkan pada semua pihak, baik internal maupun eksternal perusahaan. Jika prinsip kejujuran ini 
dapat dipegang teguh oleh perusahaan, maka akan dapat meningkatkan kepercayaan dari lingkungan 
perusahaan tersebut.Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa 
bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur 
dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barangatau 
jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu
perusahaan. 

Prinsip tidak berniat jahat
Prinsip ini ada hubungan erat dengan prinsip kejujuran. Penerapan prinsip kejujuran yang ketat akan
mampu meredam niat jahat perusahaan itu.

Prinsip keadilan
Perusahaan harus bersikap adil kepada pihak-pihak yang terkait dengan sistem bisnis. Contohnya, upah 
yang adil kepada karywan sesuai kontribusinya, pelayanan yang sama kepada konsumen, dan lain-
lain,menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai 
kriteria yang rasional obyektif, serta dapat dipertanggung jawabkan. 

Prinsip hormat pada diri sendiri
Perlunya menjaga citra baik perusahaan tersebut melalui prinsip kejujuran, tidak berniat jahat dan prinsip
keadilan.
Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance Managemen Jouurnal (1988),
memberikan tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :
Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam
bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya
kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang 
harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan 
akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain. 
Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil 
dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu 
perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan 
nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh.
Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan 
didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara
konsisten dan konsekuen. Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika bisnis akan selalu
menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang, karena :
* Mampu mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi, baik
   intern perusahaan maupun dengan eksternal. 
* Mampu meningkatkan motivasi pekerja. 
* Melindungi prinsip kebebasan berniaga 
* Mampu meningkatkan keunggulan bersaing.
  Tidak bisa dipungkiri, tindakan yang tidak etis yang dilakukan oleh perusahaan akan      memancing
tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra .
Namun, dalam etika bisnis ada prinsip-prinsip yang dinilai Adiwarman Karim, Presiden Direktur Karim
Business Consulting, seharusnya jangan dilanggar, yaitu :
* Kejujuran Banyak orang beranggapan bisnis merupakan kegiatan tipu-menipu demi
mendapat keuntungan. Ini jelas keliru. Sesungguhnya kejujuran merupakan salah satu
kunci keberhasilan berbisnis. Bahkan, termasuk unsur penting untuk bertahan di
tengah persaingan bisnis. 
* Keadilan - Perlakukan setiap orang sesuai haknya. Misalnya, berikan upah kepada
karyawan sesuai standar serta jangan pelit memberi bonus saat perusahaan
mendapatkan keuntungan lebih. Terapkan juga keadilan saat menentukan harga,misalnya
dengan tidak mengambil untung yang merugikan konsumen.
* Rendah Hati - Jangan lakukan bisnis dengan kesombongan. Misalnya, dalam
mempromosikan produk dengan cara berlebihan, apalagi sampai menjatuhkan produk
bersaing, entah melalui gambar maupun tulisan. Pada akhirnya, konsumen memiliki
kemampuan untuk melakukan penilaian atas kredibilitas sebuah poduk/jasa. Apalagi,
tidak sedikit masyarakat yang percaya bahwa sesuatu yang terlihat atau terdengar
terlalu sempurna, pada kenyataannya justru sering kali terbukti buruk. 
* Simpatik - Kelola emosi. Tampilkan wajah ramah dan simpatik. Bukan hanya di depan
klien atau konsumen anda, tetapi juga di hadapan orang-orang yang mendukung bisnis
anda, seperti karyawan, sekretaris dan lain-lain. 
* Kecerdasan - Diperlukan kecerdasan atau kepandaian untuk menjalankan strategi
bisnis sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, sehingga menghasilkan
keuntungan yang memadai. Dengan kecerdasan pula seorang pebisnis mampu mewaspadai
dan menghindari berbagai macam bentuk kejahatan non-etis yang mungkin dilancarkan
oleh lawan-lawan bisnisnya. 
* Lakukan dengan cara yang baik, lebih baik atau dipandang baik Sebagai pebisnis,
anda jangan mematok diri pada aturan-aturan yang berlaku. Perhatikan juga norma,budaya atau agama
di tempat anda membuka bisnis. Suatu cara yang dianggap baik di
suatu Negara atau daerah, belum tentu cocok dan sesuai untuk di terapkan di Negara
atau daerah lain. Hal ini penting kalau ingin usaha berjalan tanpa ada gangguan.

REFERENSI :
 http://rosicute.wordpress.com/2010/11/24/prinsip-prinsip-etika-bisnis
 http://gakmesti.wordpress.com/tag/prinsip-etika-bisnis

 http://id.wikipedia.org/wiki/Bisnis



2. Contoh perusahaan yang sudah menerapkan Etika dalam berbisnis. alasan !

Garuda Indonesia telah mengumandangkan 5 (lima) nilai-nilai Perusahaan, yaitu eFficient & effective; Loyalty; customer centricitY; Honesty & Openness dan Integrity yang disingkat menjadi "FLY HI" sejak tahun 2007, dilanjutkan dengan rumusan code of conduct yang diluncurkan pada tahun 2008. Tata nilai FLY HI dan etika Perusahaan merupakan soft structure dalam membangun Budaya Perusahaan sebagai pendekatan yang digunakan Garuda untuk mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik. 

Pada tahun 2011, Perusahaan menetapkan etika bisnis & etika kerja perusahaan melalui Surat Keputusan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk No. JKTDZ/SKEP/50023/11 tanggal 11 Maret 2011. 

Etika bisnis dan etika kerja tersebut merupakan hasil penyempurnaan dari pedoman perilaku (code of conduct) yang diterbitkan melalui Surat Keputusan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk No.JKTDZ/SKEP/50002/08 tanggal 14 Januari 2008 tentang Nilai-nilai Perusahan dan Pedoman Perilaku (code of conduct) Insan Garuda Indonesia. Penyempurnaan dilakukan berdasarkan umpan balik dari hasil proses implementasi internalisasi serta rekomendasi hasil GCG assessment tahun 2009. Etika Bisnis dan Etika Kerja Perusahaan merupakan himpunan perilaku-perilaku yang harus ditampilkan dan perilakuperilaku yang harus dihindari oleh setiap Insan Garuda Indonesia. Etika dan perilaku tersebut dalam hubungannya 
dengan: 

  1. Hubungan Sesama Insan Garuda.
  2. Hubungan dengan Pelanggan, Pemegang Saham dan Mitra Usaha serta Pesaing.
  3. Kepatuhan Dalam Bekerja, mencakup Transparansi Komunikasi dan Laporan Keuangan; Penanganan Benturan Kepentingan; Pengendalian Gratifikasi; Perlindungan Tehadap Aset Perusahaan dan Perlindungan Terhadap Rahasia Perusahaan.
  4. Tanggung jawab Kepada Masyarakat, Pemerintah dan Lingkungan.
  5. Penegakan Etika Bisnis dan Etika Kerja mencakup: Pelaporan Pelanggaran; Sanksi Atas Pelanggaran; Sosialisasi dan Pakta Integritas.

Alasannya Mengapa Garuda Indonesia sudah mempunyai sistem etika dalam berbisnis dikarenakan Garuda Indonesia adalah perusahaan besar yang sudah mendunia, untuk itu etika berbisnis Garuda Indonesia sangat diperhatikan oleh perusaahan Garuda Indonesia itu sendiri maupun di pemerintahan. 

Referensi : 



NAMA  : ZAHRAH YUSNIA NURUL
NPM     : 19210444
KELAS : 4 EA 16 
DOSEN : SRI MURTIASIH